Suatu hari di musim panas, sepulang kerja seperti biasa saya menjemput anak-anak dari hoikuen. Mereka dijemput di dua hoikuen yang berbeda karena alasan kapasitas dari pemerintah kota Arakawa. Sewaktu menjemput si sulung, saya diberitahu sensei-nya untuk mencek tegami (surat) yang diberikan di dalam tas kecil khusus surat yang dibawa tiap hari karena ada sesuatu yang penting. Penasaran, segera saya keluarkan surat itu sesampai di apato.
Berhubung ngga bisa baca kanji, Galaxy Note menjadi andalan saya selama ini. shot pake google translate, jadi deh terjemahannya. Walau bahasanya baku banget, setidaknya bisa membantu memahami surat bahasa alien ini hehehe..
Okeee.. saya mengerti, sekarang ini di rambut si sulung ada hewan yang saya kira saya sudah lama punah di Indonesia. Si kutu rambut!
Surat yang diberikan sekolah menjelaskan bahwa anak-anak yang kena wabah harus diperiksakan ke dokter dan mendapat perawatan dengan obat anti kutu yang dapat dibeli di supaa (supermarket). Dan selama dokter belum menyatakan anak saya terbebas dari kutu maka ia akan terus diisolasi dari teman-teman yang lain khususnya saat tidur siang.
Saya dan isteri segera inspeksi rambut si sulung dan bungsu. Syukurlah hanya yang sulung saja yang kena. Mulai deh isteri saya menyusuri kutu dan telur-telurnya, menangkapi satu-satu kemudian dikeprek ampe penyek. Masya Allah, tu kutu ukurannya gede banget, sekitar 2 mm. Jauh lebih besar daripada kutu rambut di Indonesia. Kadang ada yang sudah gendut, jatuh begitu saja di atas meja atau lantai. Yang kayak gitu langsung aja dikeprek. Bunyi kutu dikeprek begitu khas.
Kemudian perawatan selanjutnya dengan obat kutu yang cukup mahal belinya, 1500-an yen. Waduh semoga kedepannya ngga pernah lagi deh kena kutu.. Mahal diobat. Obat yang lengket-lengket itu dioleskan ke seluruh rambut. Setelah didiamkan berapa lama, barulah dishampo dan dibilas. Perawatan ini terus dilakukan kalo ngga salah 2 kali dalam seminggu.
Setelah dilakukan pemeriksaan sendiri dan diperkuat dengan surat dari dokter klinik dekat apato kami, barulah pihak hoikuen membolehkan si sulung untuk tidur bersamaan dengan anak-anak lainnya. Memang repot kalo kena kutu.. Tapi itulah salah satu wabah rutin yang menimpa anak-anak di Jepang.